Minggu, 24 Juli 2011

UGM Kembangkan Program EfSD di Gunung Kidul

YOGYAKARTA-Universitas Gadjah Mada khususnya melalui Fakultas Biologi setidaknya sejak tahun 2006 lalu telah fokus pada pengembangan program Education for Sustainable Development (EfSD) di desa binaan, yaitu Beji, Ngawen, dan Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul. Berbagai langkah program EfSD telah dilakukan, seperti penerjunan mahasiswa KKN-PPM hingga pendampingan masyarakat oleh para ahli serta peneliti dalam pengembangan sektor pertanian.

Tidak hanya itu, banyak penelitian juga telah dilakukan dengan tujuan memberikan pendampingan dan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan dari segala aspek. Penelitian yang dimaksud, antara lain, tentang budidaya tanaman anggrek di lokasi tersebut. “Pendampingan bertujuan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan lingkungan secara keseluruhan dan berkelanjutan dari berbagai aspek, ekonomi, sosial, hingga budaya sekalipun,” terang dosen Fakultas Biologi UGM, Slamet Widiyanto, S.Si., M.Si, di sela-sela Seminar Hasil Penelitian "Implementing Graduate Student Research and CEC Establishment, I-MHERE Project", di Fakultas Biologi UGM, Kamis (23/12).

Slamet yang juga menjabat sebagai person in charge (PiC) seminar menambahkan kegiatan juga sebagai contoh EfSD yang dilakukan UGM. Anggrek yang banyak ditanam di Hutan Rakyat dan Wisata Wonosadi, Ngawen, misalnya, terus dibudidayakan agar tidak rusak atau punah. Tanaman anggrek ini juga menjadi salah satu penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dalam proyek I-MHERE dengan judul "Kajian Keanekaragaman dan Upaya Pelestarian Tumbuhan Anggrek di Wonosadi, Gunung Kidul dengan Pendekatan Molekuler", dengan ketua peneliti Dian Aruni Kumalawati, S.Si. “Hasil penelitian yang dipresentasikan dalam seminar kali ini juga menjadi contoh pengembangan EfSD tersebut,” imbuh Slamet.

Selain judul penelitian tersebut, masih ada beberapa penelitian lain yang dipresentasikan dalam seminar, salah satu di antaranya ialah "Pemberdayaan Masyarakat melalui Budidaya dan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Dioscorea spp. di Desa Beji, Ngawen, Gunung Kidul", dengan ketua peneliti Drs. Purnomo, M.S. Penelitian lainnya adalah "Eksplorasi Keragaman Genetik dan Diagnosis CVPD pada Pamelo serta Optimalisasi Pemanfaatan Tanaman untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul", dengan ketua peneliti Dra. Ratna Susandarini, M.Sc.

Berikutnya penelitian "Inovasi Budidaya Padi dengan Pupuk Bio Organik untuk Meningkatkan Produktifitas Tiga Kultivar Tanaman Padi (Oryza sativa L) pada Lahan Sawah Tadah Hujan Desa Beji Ngawen Gunung Kidul dengan ketua peneliti Dwi Umi Siswanti, S.Si., M.Sc. dan "Pemberdayaan Masyarakat melalui Budidaya dan Pemanfaatan Brucea javanica (L) Merr. sebagai Tanaman Obat Antikanker di Daerah Penyangga Hutan Wonosadi Gunung Kidul" dengan ketua peneliti Elvi Rusmiyanto Pancaning Wardoyo, M.Si. “Melalui proyek I-MHERE ini, masing-masing judul penelitian tadi mendapat grant sebesar 100 juta rupiah,” jelas Slamet.

Seminar hasil penelitian ini mendatangkan beberapa pakar dan reviewer, antara lain Dr.rer.nat. Ari Indrianto, S.U. (Fakultas Biologi), Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto, S.U.(Fakultas Pertanian), dan Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc. (Fakultas Teknologi Pertanian).

Nantinya, kata Slamet, hasil penelitian akan ditindaklanjuti pada tahun 2011 mendatang, baik dari sisi pelestarian alam/lingkungan maupun kemungkinan pengembangan di sektor perekonomian masyarakat setempat, seperti pengembangan UMKM. Pengembangan, khususnya terkait lingkungan atau sektor pertanian meliputi biodiversity tanaman di kawasan dataran tinggi hingga dataran rendah (laut). (Humas UGM/Satria AN)

REFERENSI :
http://www.ugm.ac.id

Selasa, 19 Juli 2011

DESA KERAJINAN CAPING

Caping merupakan penutup kepala yang terbuat dari anyaman bambu untuk melindungi diri dari sengatan matahari, masyarakat umumnya menggunakan caping ini ketika mereka hendak ke sawah, tenggalan, mencari rumput dan ke pasar. Proses pembuatan caping memerlukan ketrampilan dalam menganyam bambu, tanpa sebuah ketrampilan dan ketekukan serta ketelitian anyaman caping tidak akan berbentuk. Dan disinilah sebuah filosofi hidup dari pengrajin caping ini terbentuk. Sebuah pribadi yang sabar dan teliti dari pengrajin-pengrajin caping ini.
Di Desa Beji Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul pengrajin caping banyak ditemui Di Dusun Bendo, Dusun Beji dan Dusun Tegal Rejo tiga dusun ini merupakan daerah dan tempat para pengrajin Caping di Kecamatan Ngawen. Di ketiga dusun ini hampir seluruh warganya memiliki pekerjaan sambilan sebagai pengerajin caping. Namun kini seiring perkembangan kebutuhan masyarakat serta pangsa pasar yang makin berkembang menjadikan pengrajin caping harus bersaing dengan pabrik-pabrik topi. Saat ini menggunakan caping sudah di cap ketinggalan jaman, tidak gaul lagi, mayoritas masyarakat lebih suka menggunakan topi. Namun bagi pengrajin caping hal ini merupakan sebuah tantangan dalam kehidupan bahwa mereka mampu dan bisa bertahan hidup dari menganyam caping. Caping bagi mereka tidak sekedar kerajinan yang mampu mendatangkan penghasilan, tapi bagi mereka caping mampu menopang kehidupan mereka, caping adalah sandaran hidup dan kepuasan jiwa.
Bahan baku bambu yang mereka gunakan didatangkan dari Temanggung untuk kemudian dibelah dan dibuat tipis-tipis sehingga mudah untuk dianyam, bambu yang digunakan sebagai bahan baku membuat caping harus memiliki jarak antar ruas yang panjang agar hasil anyaman dapat terlihat bagus. Caping yang dihasilkan nantinya akan di jual seharga Rp. 10.000 hingga Rp. 20.000, tergantung besar kecilnya ukuran serta kualitas caping. Caping Gunungkidul terkenal akan kualitas-nya yang lebih baik dibandingkan dengan hasil kerajinan Caping dari daerah-daerah lainnya. Hal ini bisa dibuktikan dan dilihat dari tebal serta keawetan Caping itu sendiri. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan jika ingin Kerajinan Caping ini tetap eksis adalah adanya campur tangan pemerintah daerah dalam mengupayakan pembinaan bagi pengrajin caping. Potensi yang ada jika dikelola dengan baik akan menjadi satu unggulan bagi daerah tersebut, tinggal bagaimana kita menyikapi dan melaksanakannya.
Bagi pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kelurahan Beji mungkin bisa membuatkan ruang pamer untuk pengrajin caping ini bisa jadi dibuatkan bangunan di area kelurahan dan ruang pamer ini tentu dapat dipergunakan tidak hanya untuk Caping saja akan tetapi bisa untuk produk-produk dan kerajinan-kerajinan dari masyarakat di Kelurahan Beji, diimbangi dengan pembinaan dan perluasan pangsa pasar-nya. Dan mungkin bagi para perantau dari Desa Beji hal ini menjadi satu pekerjaan rumah tersendiri untuk membantu meningkatkan dan mengembangkan ekonomi di daerah asalnya. Dengan kebersamaan seluruh komponen yang ada bukan tidak mungkin Desa Beji menjadi sebuah daerah yang memiliki begitu banyak potensi namun belum mampu tampil di permukaan, akan menjadi sebuah daerah yang begitu menarik dan mampu mendatangkan investor. Semoga

Senin, 11 Juli 2011

BERAS MERAH

Beras Merah Kaya Vitamin & Mineral



Nilai gizi beras bergantung pada jenisnya. Dari sisi jenis, masyarakat menggolongkan beras menjadi tiga golongan: beras putih (dipisahkan lagi menjadi pulen dan pera), beras ketan, dan beras merah. Tetapi, apa pun nama berasnya, orang awam hanya tahu, bahan ini hanyalah sumber karbohidrat semata, pengenyang perut, 'bensin' untuk beraktivitas. Padahal, jika saja mau sedikit iseng 'membongkarnya', utamanya beras merah, beras memiliki banyak manfaat lain.

Beras merah umumnya beras tumbuk atau pecah kulit, yang kulit arinya tak banyak hilang. Kulit ari beras mengandung zat-zat gizi yang penting bagi tubuh, di dalam kulit ari tersebut kaya serat dan minyak alami.
Serat tak hanya mengenyangkan, namun juga mencegah berbagai penyakit saluran pencernaan. Manfaat lain dari serat, yakni dapat meningkatkan perkembangan otak dan menurunkan kolesterol darah.
Sementara itu lemak dalam kulit ari kebanyakan merupakan lemak esensial, yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak anak. Sedangkan senyawa-senyawa dalam lemak kulit ari juga dapat menurunkan kolesterol darah, salah satu faktor risiko penyakit jantung.
Disamping itu beras merah pun lebih unggul dalam hal kandungan vitamin dan mineral daripada beras putih. Beras merah mengandung tiamin (vitamin BI) yang diperlukan untuk mencegah beri-beri pada bayi. Zat besinya juga lebih tinggi, membantu bayi usia 6 bulan ke atas yang asupan zat besinya dari ASI sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan tubuh. Belum lagi vitamin dan mineral-mineral penting lainnya.
Dengan kelebihan seperti dipaparkan di atas baik sekali jika keluarga kita mulailah mengonsumsi beras merah.

Cegah Kanker
Beras merah telah dikenal sejak tahun 2800 SM. Oleh para tabib saat itu benda ini dipercaya memiliki nilai medis yang dapat memulihkan kembali rasa tenang dan damai. Bila dibandingkan dengan beras putih, kandungan karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis Nio (1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di atas beras putih (349 kal : 353 kal). Selain lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2 gr), hal tersebut mungkin disebabkan kandungan tiaminnya yang lebih tinggi (0,12 mg : 0,31 mg).
Kekurangan tiamin bisa mengganggu sistem saraf dan jantung, dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, dengan gejala awal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sembelit, mudah lelah, kesemutan, jantung berdebar, dan refleks berkurang. Unsur gizi lain yang terdapat pada beras merah adalah selenium. Selenium merupakan elemen kelumit (trace element) yang merupakan bagian esensial dari enzim glutation peroksidase. Enzim ini berperan sebagai katalisator dalam pemecahan peroksida menjadi ikatan yang tidak bersifat toksik. Peroksida dalam ikatan toksik dapat berubah menjadi radikal bebas, yang mampu mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel sehingga merusak membran tersebut. Kerusakan ini menyebabkan kanker, dan penyakit degeneratif lainnya.
Oleh karena itulah banyak pakar mengatakan selenium mempunyai potensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain.

Sabtu, 09 Juli 2011

Fakultas Biologi Dampingi Warga Beji Berlatih Wirausaha

Gunungkidul, CyberNews. Warga Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul yang jumlahnya mencapai lebih dari lima ribu penduduk, belum bisa mengoptimalkan hasil pertaniannya, seperti padi, kedelai, maupun jagung. Masyarakat setempat, selama ini masih bertani maupun berwirausaha secara tradisional. Akibatnya, hasil pertanian dan wirausaha yang digeluti menjadi tidak maksimal.
Hal itulah yang menjadikan Desa Beji dan Kemadang, Ngawen menjadi desa binaan Fakultas Biologi melalui Education for Sustainable Development (EfSD) program I-MHERE (Indonesia Managing Higher Education for Relevancy & Efficiency). Menurut PIC I-MHERE Sub Aktifitas 3.1, Slamet Widiyanto SSi MSi, selain Fakultas Biologi, untuk membina dua desa tersebut juga melibatkan LPPM UGM dan MM UGM.
"Kalau melalui LPPM dengan KKN-nya sudah sejak sekitar tahun 1999, namun Fakultas Biologi masuk sekitar tahun 2006 lalu," paparnya di Balai Desa Beji.
Seperti kegiatan sosialisasi pemanfaatan sumberdaya alam dan pelatihan kewirausahaan yang diadakan di Desa Beji hari itu, imbuhnya, merupakan bentuk nyata pendampingan yang dilakukan kepada masyarakat setempat. Kegiatan tersebut diikuti oleh sekitar 60 peserta dari 14 gabungan kelompok tani (Gapoktan). Dijelaskan, bentuk pendampingan dan pelatihan yang dilakukan diharapkan tetap memperhatikan tiga pilar penting, yaitu ekonomi, sosial dan budaya.
Sementara itu, Kepala Desa Beji, Sularti mengatakan, pendampingan yang dilakukan Fakultas Biologi itu setidaknya bisa menambah wawasan kepada masyarakat untuk mengembangkan usahanya.
Dia mencontohkan, hasil produksi kedelai yang sebelumnya hanya diolah menjadi tahu atau tempe, saat ini sudah berkembang menjadi susu kedelai. Belum lagi pengembangan emping yang selama ini hanya dijual saja, sudah dikembangkan menjadi emping jagung. Sedangkan ketela yang hanya dijadikan gaplek, saat ini sudah berkembang menjadi makanan ringan slondok atau lanting.
Pada acara sosialiasi dan pelatihan wirausaha hari itu, warga mendapatkan pengetahuan, antara lain tentang pengembangan galur kedelai murni, beras berwarna dan fungsinya bagi kesehatan, pengembangan produk kelapa, serta pemanfaatan pupuk hayati untuk mereduksi gas rumah kaca penyebab pemanasan global.
( Bambang Unjianto / CN31 / JBSM )